1000 burung kertas
“ bisa saja aku meminta kamu untuk hidup kembali, tapi itu tidak mungkin dan aku egois”
“ dR Aldo, bisa periksa pasien ruang 501?”
Aldo hanya diam. Perhatiannya teralih ke sebuah ruangan kamar yang terlihat berwarna-warni.
”suster, siapa pasien itu?” , tanya Aldo kepada suster yang tadi berbicara kepadanya.
”namanya Yuki. Dia sudah hampir sebulan di sini. Sakit leukimia dan hidupnya hanya tinggal menunggu waktu saja. Dia divonis tidak dapat bertahan lama. Orang tuanya sudah meninggal dan kakak laki-lakinya ada di Jepang.”
“lalu apa itu yang digantung di langit-langit kamarnya?”
”oohh.. itu burung kertas dok. Dia membuatnya untuk mengisi waktu luang.”
Aldo masih diam. Dia terus saja memperhatikan kamar 302 tersebut. Ingin rasanya masuk kesana.
“mari dok, kita ke kamar 501.”
*****
Hari itu banyak sekali pekerjaan. Rasanya begitu berat jadi seorang dokter. Ada 3 operasi hari ini, salah satunya operasi besar. Ditambah lagi entah mengapa hari ini banyak sekali pasien korban kecelakaan.
“hari yang aneh.” gumam Aldo sambil menggeliat kelelahan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.15, saatnya untuk beristirahat.
“permisi dok, boleh saya minta tolong?”
Aldo berbalik dan dilihatnya Yuki sedang berdiri dan tampak kelelahan.
“kamu tidak apa-apa? Mukamu cukup pucat.” Aldo bergegas mengambil kursi roda dan mendudukkannya Yuki.
“terima kasih dok. Maaf merepotkan.” ujar Yuki sambil tersenyum.
“saya antar kamu ke kamar. 302 kan?” Aldo pun segera mendorong kursi roda pasiennya itu.
Yuki terkejut, bagaimana dokter ini tahu kamarnya di 302? Ahh.. mungkin memang semua dokter tahu dimana kaamr pasiennya, gumam Yuki dalam hati.
Sesampainya di kamar Yuki, Aldo terkejut dengan langit-langit yang ditempeli puluhan, tidak, bahkan ratusan burung kertas yang bergoyang-goyang tertiup angin sore. Sinar matahari sore yang ikut menyinari pun membuat kamar itu berwarna-warni. Sungguh indah.
”Anda adalah orang ke 32 yang terpesona melihat kamar ini.” kata Yuki, lagi-lagi sambil tersenyum.
Aldo masih bengong dan menatap Yuki dan burung-burung kertas secara bergantian.
”burung yang tertempel ada 422 dan yang belum ditempel ada 300. aku berencana membuat 1000.” Yuki pun berusaha naik ke tempat tidur dan mulai melipat kertas lagi. Menjadi bentuk burung.
”1000?? Untuk apa?” tanya Aldo heran. Dia pun duduk di samping tempat tidur Yuki dan memperhatikan gadis itu melipat kertas dengan telaten.
Yuki tersenyum. ”dokter tahu? Di Jepang jika berhasil membuat 1000 burung kertas maka permohonan kita akan dikabulkan.”
Aldo masih diam dan Yuki melanjutkan lagi, ”sejak aku divonis sakit leukimia aku mulai membuat ini dengan harapan permohonanku untuk sembuh dapat dikabulkan, tapi ternyata sampai hidupku divonis tidak akan lama lagi keseribu burung ini belum juga selesai.”
”total burung kertas yang sudah dibuat ada berapa?” Aldo pun akhirnya bersuara kembali.
”hhhmm..722.kenapa memangnya?
”ajari aku membuat burung kertas ini. Aku akan membantumu mewujudkan permintaan terakhirmu.”
Yuki terkejut melihat kemantapan dan ketulusan yang ada dalam dokter muda tersebut dan Yuki lagi-lagi tersenyum, mungkin dia yang dikirim untuk membantuku di sisa hidupku.
*****
Aldo sekarang memiliki kesibukan baru. Membantu Yuki mewujudkan keinginan terakhirnya. Dia sudah dengar dari suster yang menjaga Yuki, Yuki benar-benar tidak ada harapan lagi untuk disembuhkan. Mungkin dengan seribu burung kertas ini benar dapat memberikan harapan. Aldo sendiri tidak percaya dengan mitos-mitos seperti ini. Tapi melihat Yuki yang membuatnya dengan wajah penuh pengharapan, mau tidak mau Aldo pun luluh. Dan inilah dia yang sekarang. Kemana pun selalu membawa kertas origami dan setiap waktu luangnya dia membuat burung kertas.
”Yuki, lihat! Hari ini aku dapat membuat 50 burung kertas! Kamu dapat membuat berapa? Sini sekalian aku pasang di langit-langit.” kata Aldo dengan semangat. Segera dia mengambil tangga dan menempel burung kertas yang sudah dibuatnya.
Yuki terpana. ”terima kasih..” bisiknya lirih.
Aldo pun melihat kepadanya dan tersenyum. ”aku tulus membuat ini untukmu.”
”jadi, sudah berapa banyak yang tergantung?” tanya Aldo.
”hhmmm..sudah mencapai 977. wow.. cepat sekali bertambahnya.. terima kasih banyak dok.” Yuki tersenyum lebar dan lagi-lagi dengan senyum itulah yang membuat Aldo luluh. Dirinya merasakan kedamaian di dekat gadis itu. Aldo begitu menyukainya. Memikirkan bahwa sebentar lagi gadis ini akan meninggal membuatnya begitu sedih.
*****
Tidak terasa sudah hampir sebulan Aldo menemani Yuki dengan membuat burung kertas, dan hari ini Aldo tidak ke rumah sakit. Dia di apartemennya tertidur setelah kemarin menghadapi banyak pekerjaan dan menemani Yuki. Dirinya benar-benar sangat lelah dan tidak mendengar adanya panggilan di telepon genggamnya. Hingga panggilan ke 4 akhirnya dia terbangun.
”halo?”
”dokter Aldo, Yuki meninggal.”
*****
Aldo menyesal. Begitu menyesal tidak berada di samping gadis yang dicintainya. Aldo langsung masuk kamar 302. di dalamnya ada 2 orang suster yang menjaga jenazah Yuki. Aldo tidak dapat lagi membendung kesedihannya, tetapi ia juga malu menangis di depan suster-suster.
”kami akan meninggalkan dokter dengan Yuki. Pasti dokter ingin menyampaikan kata-kata terakhir kan? Kami akan menunggu diluar. Jika sudah selesai beritahu kami. Kami akan menghubungi kakak Yuki yang di Jepang.” kata salah seorang suster yang segera beranjak keluar melihat Aldo datang.
”oh ya dok, ini ada titipan dari Yuki sebelum dia meninggal.” kata suster yang lainnya sambil menyodorkan sebuah amplop. Aldo mengambil amplop tersebut dengan tangan gemetar.
Setelah ruangan itu sepi, Aldo membuka surat terakhir dari Yuki dan membacanya.
Moshi-moshi Aldo san
Yuki sudah tidak kuat lagi. Padahal tinggal satu lagi sebelum menjadi seribu. Kamu mau melanjutkannya untukku? Aku sudah meninggalkan sehelai origami untuk dibuat menjadi burung kertas yang keseribu. Dan karena kamu yang melengkapinya menjadi seribu maka kamu yang berhak untuk mengucapkan permohonan. Sekali lagi Yuki mengucapkan Arigatou Aldo san. Sayounara.
Aishiteru.
Aldo menangis. Air matanya tidak bisa ditahan lagi. Ditatapnya wajah Yuki yang damai. Di bacanya sekali lagi surat Yuki kepadanya dan dia pun segera membuat burung kertas yang ke seribu itu. Di ambilnya tangga dan menempelkannya di langit-langit. Tepat saat itu matahari sore menyinari kamar itu dan mebuatnya semakin berwarna-warni. Mirip dengan suasana ketika mereka pertama kali bertemu. Aldo pun duduk di samping tempat tidur Yuki, memejamkan mata dan membuat permohonan.
Setelah selesai membuat permohonan Aldo berkata pada jenazah Yuki. ”kamu mau tahu apa yang aku minta? sebenarnya bisa saja aku meminta kamu untuk hidup kembali, tapi itu tidak mungkin dan aku egois maka aku hanya bisa meminta supaya kita dapat dipertemukan di kehidupan yang lain dan kamu adalah milikku.”
Aldo pun mengecup kening Yuki dan berjalan menuju pintu.
”sayounara Yuki can. Aishiteru.”
(Teta)
0 komentar:
Posting Komentar